Jumat, 22 Mei 2009

Askep OsTeopoRosiS

BAB I
LANDASAN TEORI OSTEOPOROSIS
A. Definisi

• Menurut Dr. Hendra laksamana, osteoporosis adalah keroposnya tulang karena kekurangan mineral dengan akibat menjadi rapuh. (Kamus kedokteran Dr. Hendra laksamana, 2000)
• Osteoporosis adalah gangguan metabolisme tulang sehingga massa tulang berkurang. Komponen matriks tulang, yaitu mineral dan protein berkurang. (Surattun, 2008)
• Osteoporosis merupakan kelainan dengan penurunan massa tulang total. (Brunner & Suddart, 2000)
• Osteoporosis adalah tulang keropos terjadi jika terlalu banyak mineral dihilangkan dari kerangka tulang. (www.aidsinfonet.com)
• Osteoporosis adalah penyakit metabolisme tulang yang ciri-cirimya adalah pengurangan masssa tulang dan kemunduran mikroarsitektur tulang sehingga meningkatkan resiko fraktur oleh karena fragilitas tulang meningkat. (Rawan broto, 2004)
• Osteoporosis adalah penurunan densitas tulang yang dapat mempengaruhi tulang kerangka (skeleton) sehungga fraktur dapat terjadi pada trauma yang minimal. (kamus keperawatan edisi 17, Christine Hancock)
• Osteoporosis merupakan gangguan dalam laju rearbsobsi tulang meningkat melebihi laju pembentukan tulang, menyebabkan hilangnya kalsium dan garam fosfat serta massatulang. (Nettina Sandra, 2001).

B. Etiologi
Faktor-faktor utama yang dapat menyebabkan osteoporosis diantaranya :
a. Defisiensi kalsium
- intake kalsium menurun
- Menurunnya kalsium berhubungan dengan usia.
- Tidak adekuat intake vitamin D

b. Kurang latihan / Exercise.
- Imobilisasi disebabkan menurunnya massa tulang.
- Olahraga / latihan teratur dapat dicegah menurunnya kepadatan.
- Pria dan wanita saat tua dapat secara bermakna menaikkan kepadatan tulang dengan olahraga beban sedang.

c. Jenis kelamin
- Hormon Reproduksi mempengaruhi kepadatan tulang.
- Pembentukan tulang secara progres menurun dimulai usia 30 th, apabila tulang semakin padat pada usia tersebut makin resiko terserang osteoporosis.
- Wanita (post monopouse) lebih cepat dari laki-laki kadar testosteron tetap tinggi sampai 80%
- Wanita perokok, kurus ditambah perokok lebih rentan karena premen tulang mereka menurun kepadatan. (Suratun dkk, 2008)
Osteoporosis juga dikaitkan dengan kekurangan kalsium atau vitamin D dalam diet, dengan merokok, dengan memakai terlalu banyak kafein atau alcohol, dan kekurangan olahraga. (www.aidsinfonet.com)




C. ANATOMI





(www.aidsinfonet.com)

D. Gambaran Klinis
o Waspada bila
1. Monopouse
2.Patah tulang akibat trauma ringan.
2. Tinggi badan berkurang
3. Kifosis dorsal berkurang
4. Gangguan otot (kaku dan lemah) seperti didapatkan pada penderita osteomalasia atau hiperparatiroidisme
5. Nyeri tulang.
o Lokasi fraktur tersering
1. Vertebrata.
2. Collum femoris
3. Distal radius.
(Rawan broto, 2004)


E. Patogenesis
1. Menghilangnya estrogen pada saat menopouse dan pada ooforektomi mengakibatkan percepatan resopsi tulang dan berlangsung terus selama tahun-tahun pasca menopouse. Pria mempunyai puncak massa tulang lebih besar dan tidak mengalami perubahan hormonal mendadak. Akibatnya insidensi osteoporosis lebih rendah pada pria.
2. Faktor nutrisi mempengaruhi pertumbuhan osteoporosis. Vitamin D penting untuk absorbsi kalsium dan untuk mineralisasi tulang normal. Diet mengandung kalsium dan vitamin D harus mencukupi untuk mempertahankan remodelling tulang dan fungsi tubuh. Asupan kalsiumdan vitamin D yang tidak cukup mencukupi selama bertahun-tahun mengtakibatkan kekurangan massa tulang dan pertumbuhan osteoporosis. Asupan harian yang dianjurkan (RDA= recomended daily allowance) kalsium meningkat pada adolesens dan dewasa muada (usia 11 sampai 24 tahun) sampai 1200mg untuk memaksimalkan puncak massa tulang. RDA untuk orang dewasa tetap 800mg tetapi 1000 sampai 1500mg per hari untuk wanita pascamenopouse biasanya dianjurkan. Rata-rata perkiraan sesungguhnya asupan per hari adalah 300 sampai 500mg. Lansia menyerap kalsium diet kurang efisien dan pascamenopouse dan lansia sesungguhnya perlu mengkonsumsi kalsium dalam jumlah tak terbatas. Sumber vitamin D dan kalsium terbaik adalah
3. Bahan katabolik endogen (diproduksi oleh tubuh) dan eksogen (dari sumber-sumber luar) dapat menyebabkan asteoporosis. Krtikossteroid berlebihan, sindrom cushing, hipertiroidisme, dan hiperparatiroidisme menyebabkan kehilangan tulang. Derajat osteoporosis berhubungan dengan durasi terapi kortikosteroid. Ketika terapu dihentikan atau masalah metabolisme telah diatasi perkembangan osteoporosis akan terhenti, namun restorasi kehilangan massa tidak terjadi.
4. Keadaan medis penyerta ( misal: sindrom malabsopsi intoleransi laktosa, penyalagunaan alkohol, gagal ginjal, gagal hepar, dan gangguan endokrin) mempengaruhi pertumbuhan ostoeporosis. Obat-obatan ( misal: Isoniasi heparin, Tetrasiklin, Antasida yang mengandung aluminium, furosemide, antikonvulsan, kortikosteroid dan suplemen teroid ) mempengaruhi penggunaan tubuh dan metabolisme kalsium.
5. Imobilitas menyumbang perkembangan osteoporosis. Pembentukan tulang dipercepat dengan adanya stress berat, badan dan aktivutas otot. Ketika diimobilisasi dengan gips, paralysis, atau inaktivitas umum, tulang akan diresorpsi lebih cepat dari pembentukannya, dan terjadilah osteoporosis (Brunner &. Suddart, 2000)


F. Klasifikasi osteoporosis
Dalam terapi osteoporosis hal yang perlu dioerhatikan adalah mengenali klasifikasi osteoposis dari penderita. Osteoporosis dibagi menjadi 2, yaitu:
 Osteoporosis primer
Di bagi menjadi 2 fase;
1. Fase high bone turn over (dahulu disebut osteoporosis tipe I atau osteoporosis pasca menopouse)
2. Fase low bone turn over (dahulu disebut osteoporosis tipe II atau osteoporosis senilis)
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan di tulang menyebabkan peningkatan proses resorbsi di tulang trabekula sehingga menyebabkan resiko fraktur vertebradan colles. Pada usia decade awal pasca menopause, wanita lebih banyak terserang osteoporosis dari pria dengan perbandingan 6-8: 1 pada usia rata-rata 53-57 tahun. Sedang pada osteoporosis tipe II (senilis) perbandingan wanita dengan pria 2:1 dengan rata-rata terjadi pada usia 75-85 tahun.

 Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder tergantung dari jelas atau tidaknya etiologi osteoporosis sekunder. Pada osteoporosis sekunder, yaitu osteoporosis yang disebabkan oleh penyakit atau sebab lain diluar tulang, seperti glukokortikoid, alkoholisme, merokok, imobilisasi, kelainan gastrointestinal, tirotoxikosis, artritis rematoid, hiperkalsiuri, dan lainnya. Penting mencari apakah ada penyakit tersebut diatas yang mendasari terjadinya osteoporosis dan mengatasi dengan benar penyakit yang mendasarinya. Bila kelainan ini dapat disikirkan berarti osteoporosis tersebut termasuk idiopatik. Osteoporosis idiopatik lebih banyak pada pria dari pada wanita, yaitu 10: 1. (Rawan Broto, 2004)

G. Patofisiologi
Ada berbagai kasus osteoporosis yang terjadi akibat gangguan umum metabolisme mineral. Faktor resiko terjadinya osteoporosis adalah meliputi kekurangan dalam diet, malabsorbsi, gastrektomi, gagal ginjal kronik, terapi anti konvulsssan berkepanjangan, (fenitoin, fenobarbital) dan kekurangan vitamin D (diet, sinar matahari).
Tipe malnutrisi (kekurangan vitamin D sering berhubungan dengan asupan kalsium yang jelek) terutama akibat kemiskinan, tapi kurangnya pengetahuan tentang nutrisi juga merupakan ssalah satu faktor. Sering terjadi pada bagian dasar dimana vitamin D tidak ditambahkan dalam makanan dan dimana terjadi kekurangan dalam diet dan jauh dari sinar matahari.
Selain itu, penyakit hati dan ginjal dapat mengakibatkan kekurangan vitamin D karena keduanya merupakan organ yang melakukan konversi vitamin D ke bentuk aktif. Akhirnya hiperparatiroidisme mengakibatkan dekalsifikasi skelet, artinya osteoporosis dengan peningkatan ekskresi fosfat dalam urine. (Brunner & suddart, 2000)













H. Patoflow
Osteoposis



Intake kalsium menurun



Penurunan massa tulang



Spasme otot Tulang menjadi kolaps

Hormon stressor meningkat Kolaps tulang belakang

Nyeri pergerakan/nyeri tulang Resiko cedera (fraktur)

Salah interpretasi ttg kelainan bentuk
(tubuh memendek/membungkuk)
Proses penyakit

Klien & keluarga cemas Mobilisasi terbatas Koping yg tdk adekuat

Kurang pengetahuan Hambatan mobilisasi fisik P’bahan citra tbh

Gg konsep diri





F. Evaluasi Diagnostik
1. Osteoporosis teridentifikasi pada pemeriksaan sinar X rutin bila sudah terjadi demineralisasi 25% sampai 40%. Tampak radiolusensi tulang. Ketika vertebra kolaps, vertebra torakalis menjadi berbentuk baji dan vertebra lumbalis menjadi bikonkapf.
2. Pemeriksaan laboratorium ( misal: kalsium serum, fosfat serum, fosfatase alkali, ekskresi kalsium urine, ekskresi hidroksi prolis urine, hematokrit, laju endap darah ) dan sinar X dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis medis lain (misal: mieloma multiple, osteomalasia, hiperpatiroidisme, keganasan) yang juga menyumbang terjadinya kehilangan tulang.
3. Absorpsiometri foton-tulang dapat digunakan untuk memantau massa tulang pada tulang kortikal pada sendi pergelangan tangan. Absorpsiometri dual foton, dual mergy x-ray absorpstiometry ( DEXA ), dan CT mampu memberikan informasi mengenai massa tulang belakang dan panggul. Sangat berguna untuk mengidentifikasi tulang osteoporosis dan mengkaji respons terhadap terapi. (Doengoes, 2000)

G. Pencegahan
- Anjurkan penderita untuk melakukan aktivitas fisik yang teratur memelihara kekuatan, kelenturan dan koordinasi sistem neuromuskular serta kebugaran, sehingga dapat di cegah resiko terjatuh. Berbagai latihan yang dapat dilakukan meliputi berjalan 30 sampai 60 menit per hari, bersepeda maupun berenang.
- Jaga asupan kalsium 1000-1500mg per hari, baik melalui makanan sehari-hari maupun suplementasi.
- Hindari merokok dan minum alkohol.
- Diagnosis dini dan terapi yang tepat terhadap defisiensi testosteron pada laki-laki dan menopouse awal pada wanita
- Kenali berbagai penyakit dan obat-obatan yang dapat menimbulkan osteoporosis.
- Hindari mengangkat barang-barang yang berat pada penderita osteoporosis.
- Hindari berbagai hal yang dapat menyebabkan penderita terjatuh, misalnya lamtai yang licin.
- Hindari defisiensi vitamin D terutama orang-orang yang kurang terpancar sinar matahari atau pada penderita dengan fotosensitifitas misalnya, SLE.
- Hindari peningkatan ekskresi kalsium lewat ginjal dengan membatasi asupan natrium sampai 3gr per hari untuk meningkatkan reabsorbsi kalsium di yubulus ginjal.
- Pada penderita yang memerlukan glukokortikoid dosis tinggi dan jangka panjang, usahakan pemberian glukokortikoid pada dosis rendah mungkin dan sesingkat mungkin.
- Penderita artritis rematoid, sangat penting mengatasi aktivitas penyakitnya, hal ini akan mengurangi nyeri dan penurunan densitas massa tulang akibat artritis rematoid yang aktif. (Rawan Broto, 2004)

Jika kita osteoporosis, kita dapat mengurangi resiko patah tulang:
• Memakai suplemen kalsium terutama kalsium karbonat atau kalsium sitrat. Vitamin D dapat menyerap kalsium.
• Melakukan olahraga angkat beban, ini tampaknya memberi isyarat pada tulang untuk menahan kandungan zat mineral.
• Menghentikan merokok dan mengurangi penggunaan kafein dan alkohol.
• Mengurangi resiko jatuh, bebaskan tempat berjalan dirumah, hati-hati jika naik/turun tangga dan lereng yang curam.
(www.aidsinfonet.com)
H. Penatalaksanaan
1. Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencakupidan seimbang sepanjang hidup, dengan peningkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan, dapat melindungi terhadap demineralisme skeletal. Terdiri atas tiga gelas vit.D susu skim swiss, brokoli kukus, salmon kaleng dengan tulangnya setiap hari. Untuk menyakinkan asupan kalsium yang mencukupi perlu diserapkan preparat kalsium( kalsium karbonat).
2. Pada menopouse, terapi penggantian hormon ( HRT = Hormon Replacement Therapy ) dengan estrogen dan progesteron dapat diserapkan untuk memperlambat kehilangan tulang dan mencegah terjadinya patah tulang yang diakibatkannya. Wanita yang telah mnjalani menopouse prematur dapat mengalami osteoporosis pada usia yang cukup muda. Penggantian hormon perlu dipikirkan pada pasien ini. Estrogen menurunkan reabsorbsi tulang tapi tidak meningkatkan massa tulang. Penggunaan hormon dalam jangka panjang masih dievaluasi. Terapi estrogen sering dihubungkan dengan sedikit peningkatan insidens kanker payudaranya tiap bulan dan diperiksa panggungnya, termasuk usapan papanipencolaou dan biopsy endometrial, sekali atau dua kali setahun.
3. obat-obatan lain yang dapat diresepkan untuk menangani osteoporosis termasuk kalsitonin, natrium klorida, dan natrium etidronat. Kalsitonin secara primer mungkin kehilangan tulang dan diberikan secara injeksi subkutan atau intramuskular. NaCl memperbaiki aktivitas osteoblastik dan pembentukan tulang. Namun kualitas tulang yang baru masih dalam pengkajian. Natrium etidronat, yang dalam penelitian untuk efisiensi penggunaannya sebagai terapi osteoporosis. (Nettina Sandra, 2001)

I. Aspek bedah osteoporosis
Fraktur merupakan komplikasi osteoporosis yang paling sering terjadi. Tujuan terapi fraktur adalah untuk mempercepat mobilisasi sehingga penderita dapat kembali ke aktivitas yang normal. Imobilisasi lama fraktur sering berakibat tromboemboli, bronkopnemoni, dekubitus dan memperparah osteoporosis sehingga akan meningkat angka mortalitas. (Rawan Broto, 2004)












BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOPOROSIS
Pengkajian
1. Riwayat keperawatan.
Dalam pengkajian riwayat keperawatan, perawat perlu mengidentifikasi adanya:
a. Rasa nyeri/ sakit tulang punggung (bagian bawah), leher, dan pinggang.
b. Berat badan menurun
c. Biasanya diatas 45 tahun
d. Jenis kelamin sering pada wanita
e. Pola latihan dan aktivitas
f. Keadaan nutrisi (mis, kurang vit D dan C serta kalsium)
g. Merokok, mengkonsumsi alkohol dan kafein
h. Adanya penyakit endokrin: DM, hipertiroid, hiperparatiroid, sindrom cushing, akromegali, hipogonadisme. (Surattun dkk, 2008)
2. Pemeriksaan fisik
a. Lakukan penekanan pada tulang punggung terdapat nyeri tekan atau nyeri pergerakan
b. Periksa mobilitas pasien
c. Amati posisi pasien yang nampak membungkuk
d. Observasi apakah terddapat penurunan tinggi badan, spasme otot pra vertebral ddan kulit yang tipis. (Rawan Broto, 2004)

3. Riwayat psikososial
Penyakit ini sering terjadi pada wanita. Biasanya sering timbul kecemasan, takut melakukan aktivitas, dan perubahan konsep diri. Perawat perlu mengkaji masalah-massalah psikologis yang timbul akibat proses ketuaan dan efek penyakit yang menyertainya.
(Suratun dkk, 2008)

Diagnosa keperawatan
1. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan proses penyakit
2. Gangguan konsep diri: perubahan citra tubuh dan harga diri yang berhubungan dengan proses penyakit
3. Nyeri berhubungan dengan fraktur dan sfasme otot. (Brunner & Suddart, 2000)
4. Risiko cedera ( fraktur ) yang berhubungan dengan tulang osteoporosis.
5. Kurang pengetahuan tentang perawatan dirumah. (Suratun dkk, 2008)

Intervensi keperawatan

 Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan proses penyakit
Tujuan : Dapat meningkatkan mobilitas dan aktivitas fisik
Intervensi:
a. Gunakan matras dengan tempat tidur papan untuk membantu memperbaiki posisi tulang belakang .
b. Bantu pasien menggnakan alat bantu wolker atau tongkat.
c. Bantu dan ajarkan latihan ROM setiap 4 jam untuk meningkatkan fungsi persendian dan mencegah kontraktur.
d. Anjurkan menggunakan brace punggung atau korset, pasien perlu dilatih menggunakannya dan jelaskan tujuannya.
e. Kolaborasi dalam pemberian analgetik, estrogen, kalsium, dan vitamin D.
f. Kolaborasi dengan petugas laboratorium dalam memantau kadar kalsium.
(Suratun dkk, 2008)

 Gangguan konsep diri: perubahan citra tubuh dan harga diri rendah yang berhubungan dengan proses penyakit
Tujuan : Dapat menggunakan koping yang positif
Intervensi:
a.Bantu pasien mengekspresikan perasan dan dengarkan dengan penuh perhatian.Perhatian sungguh-sungguh dapat meyakinkan pasien bahwa perawat bersedian membantu mengatasi masalahnya dan akan tercipta hubungan yang harmonis sehingga timbul koordinasi.
b.Klarifikasi jika terjadi kesalahpahaman tentang proses penyakit dan pengobatan yang telah diberikan. Klarifikasi ini dapat meningkatkan koordinasi pasien selama perawatan.
c.Bantu pasien mengidentifikasi pengalaman masa lalu yang menimbulkan kesuksesan atau kebanggan saat itu. Ini membantu upaya mengenal diri dan menerima diri kembali.
d. identifikasi bersama pasien tentang alternatif pemecahan masalah yang positif. Hal ini akan dapat mengembalikan rasa percaya diri.
e. Bantu untuk meningkatkan komunikasi dengan keluarga dan teman.
(Suratun dkk, 2008)

 Nyeri yang berhubungan dengan fraktur dan spasme otot.
Tujuan: Nyeri menghilang
Intervensi:
a. Anjurkan istirahat di tempat tidur dengan posisi terlentang atau miring.
b. Atur posisi lutut fleksi, meningkatkan rasa nyaman dengan merelaksasi otot.
c. Kompres hangat intermitten dan pijat punggung dapat memperbaiki relaksasi otot
d. Anjurkan posisi tubuh yang baik dan ajarkan mekanika tubuh.
e. Gunakan korset saat pasien turun dari tempat tidur.
f. Kolaborasi dalam pemberian analgetik untuk mengurangi rasa nyeri.
(Brunner & Suddart, 2000)


 Resiko cedera (fraktur) yang berhubungan dengan tulang osteoporosis
Tujuan: cedera tidak terjadi
Intervensi:
a. Anjurkan melakukan aktifitas fisik untuk memperkuat otot, mencegah atrofi dan memperlambat demineralisasi tulang progresif.
b. Latihan isometik dapat dipergunakan untuk memperkuat otot batang tubuh.
c. Anjurkan pasien untuk berjalan, mekanika tubuh yang baik dan postur tubuh yang baik.
d. Hindari aktivitas membungkuki mendadak, menengok dan mengangkat beban lama.
e. Lakukan aktifitas diluar ruangan dan dibawah sinar matahari untuk memperbaiki kemampuan tubuh menghasilkan vitamin D
(Suratun dkk, 2008)

 Kurang pengetahuan
Tujuan: memahami osteoporosis dan program pengobatan
Intervensi:
a. Jelaskan pentingnya diet yang tepat, latihan, dan aktifitas fisik yang sesuai, serta istirahat yang cukup.
b. Jelaskan penggunaan obat serta efek samping obat yang diberikan secara detail.
c. Jelaskan pentingnya lingkungan yang aman, misalnya lantai tidak llicin, tangga menggunakan pegangan, untuk menghindari jatuh.
d. Anjurkan mengurangi kafein, alkohol, dan merokok.
e. Jelaskan pentingnya perawatan lanjutan.
(Suratun dkk, 2008)


Evaluasi keperawatan
Setelah dilakukan intervensi keperawatan, diharapkan:
1. Aktivitas dan mobilitas fisik terpenuhi
a. Melakukan ROM secara teratur
b. Menggunakan brace/korset saat aktifitas
2. Koping pasien yang positif
a. mengekspresikan perasaan
b. memilih alternatif pemecahan masalah
c. meningkatkan komunikasi
3. Nyeri berkurang atau hilang
a. Mengalami peredaan nyeri saat istirahat
b. Mengalami ketidaknyamanan minimal selama aktifitas sehari hari
c. Menunjukkan berkurangnya nyeri tekan pada tempat fraktur.
(Brunner & Suddart, 2000)
4. Tidak terjadi cedera
a. Mempertahankan postur tubuh yang baik
b. Menggunakan mekanika tubuh yang baik
c. Latihan isometrik
d. Berpartisipasi dalam aktifitas di luar rumah
e. Menghindari aktifitas yang menimbulkan cedera
5. Mendapatkan pengetahuan mengenai osteoporosis dan program pengobatan
a. Menyebutkan hubungan asupan kalsium dan latihan fisik terhadap massa tulang
b. Mengkonsumsi kalsium dengan jumlah yang mencukupi
c. Meningkatkan latihan fisik
d. Mengetahui waktu perawatan lanjutan
(Suratun dkk, 2008)







BAB III
Penutup
Seorang perawat harus waspada terhadap kemungkinan adanya osteoporosis pada klien bila didapatkan adanya gejala nyeri menetap pada tulang terutama setelah terjadinya fraktur akibat suatu trauma yang ringan, tubuh makin memendek, kifosis dorsal bertambah, gangguan otot berupa kaku dan lemah serta gambaran radiologik yang khas pada tulang trabekular. Diperlukan evaluasi lengkap dan pengukuran densitas massa tulang dan pemeriksaan biokimia tulang dan hormonal serta pemeriksaan organ lain yang terkait seperti ginjal, hati, saluran cerna, tiroid dan sebagainya.
Terapi untuk osteoporosis harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu terapi pencegahan yang pada umumnya bertujuan untuk menghambat hilangnya massa tulang, dan kuratif, yaitu meningkatkan massa tulang dengan melakukan pemberian obat-obatan antara lain hormon pengganti (estrogen & progesteron dosis rendah), kalsitriol, kalsitonin, disfosfonat, dan nutrisi seperti kalsium dan senam beban. Bila telah terjadi fraktur maka perlu diperhatikan penyuluhan untuk kebutuhan hidup sehari-hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar